Mulai dari melakukan usability testing, memfasilitasi design sprint, hingga sampai menjadi pembicara di event kantor. Ada keadaan dimana saya merasa “This is my best state in life”, namun ada juga keadaan dimana saya merasa bosan karena rutinitas yang berulang-ulang.
Namun saya menikmatinya.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya
Bagi saya yang dulunya adalah seorang (hampir) engineer yang kemudian bergelut di bidang desain mungkin peribahasa di atas terasa sangat mewakilkan. Kenapa?
Menurut saya, di setiap divisi atau bidang pekerjaan pasti punya aturan main sendiri-sendiri yang tentunya berbeda dan unik. Begitupun ketika saya berpindah menjadi seorang desainer, saya mesti beradaptasi kembali dengan lingkungan yang berbeda, yang sudah memiliki aturannya sendiri. Adaptasi disini adalah bagaimana cara saya bersikap ketika bekerja, berkomunikasi hingga membangun koneksi dengan teman setim. Dimana di tempat saya sebelumnya mungkin team player tidak terlalu dirasakan, namun tetap ada. Sedangkan disini hal tersebut sangat krusial.
Hingga setahun kemudian saya telah mengamati bahwa work behaviour saya telah berubah dibandingkan sebelum-sebelumnya, dan ini cukup menarik dibahas pada artikel ini.
Sebagai orang yang bekerja pada divisi yang mengedepankan kerjasama tim, komunikasi sangatlah krusial. Pada setiap aspek kerja hal ini pastilah ada, mulai dari meeting untuk membicarakan pembuatan fitur, membuat design, menguji sampai menyampaikan temuan yang didapat kepada para stakeholder. Semua itu membutuhkan komunikasi.
Sekarang saya lebih rajin berkomunikasi dalam artian untuk memvalidasi sesuatu, agar lebih jelas untuk diri saya sendiri. Saya mempunyai pengalaman yang cukup menyadarkan saya bahwa hal ini sangat penting;
*Stakeholder A menanyakan kepada saya bahwa kapan desain fitur tertentu bisa diselesaikan. Saya menyatakan bahwa memerlukan waktu dua hari tanpa testing, dikarenakan hanya perbaikan minor.
Untuk saya waktu itu cukup singkat dikarenakan saya juga mempunyai projek di divisi lain yang memerlukan desain dengan stakeholder B.
Namun, saya tidak menjelaskan kenapa desain tersebut memakan waktu dua hari. Karena menurut dia waktu itu terlalu lama untuk revisi yang cukup minor*.
Disini ada perbedaan persepsi, yaitu waktu pengerjaan. Bagi saya waktu itu cukup singkat dikarenakan saya harus membagi waktu ke projek lain. Namun, bagi stakeholder A waktu itu terlalu lama dikarenakan perbaikan yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Disitu saya melakukan kesalahan, dikarenakan saya tidak menjabarkan mengapa desain tersebut memakan waktu dua hari untuk dikerjakan. Miskomunikasi. Sekarang, saya dan kolega setim selalu menjelaskan alasan dibalik waktu pengerjaan setiap desain.
Dan lagi, saya tipikal orang yang berputar-putar ketika menjelaskan sesuatu, istilahnya tidak langsung straight to the point. Sampai sekarang saya masih berusaha untuk menyembuhkan kebiasaan itu. Banyak yang dipikirkan namun susah untuk mengutarakan. Kuncinya adalah kembali lagi ke awal; rajin berkomunikasi.